Kamis, 12 Juni 2014
5 Pertanyaan Sebelum Memasukan Anak ke Taman Kanak-kanak
Sebelum memutuskan memasukkan anak ke Taman Kanak-kanal (TK) orangta harus "bawel" menanyakan tentang fasilitas yang akan didapat anak. Nama besar sebuah lembaga pendidikan tidak menjamin kualitasnya bagus. Berikut ini hal yang harus ditanyakan sebelum memilih TK.
Apakah anak diawasi satu guru atau banyak guru?
Sebuah penelitian menunjukkan anak-anak yang ditangani banyak guru di sekolah ternyata sulit menyesuaikan diri dibandingkan anak-anak yang ditangani satu guru. Tanya dan bandingkan jumlah perputaran guru yang ada di sekolah anak yang Anda minati. Pergantian guru di tengah semester adalah pengecualian.
Berapa rata-rata ukuran kelas?
Berapa banyak anak-anak yang bisa ditangani seorang guru tergantung pada program pendidikan. The National Association for the Education of Young Children memberikan patokan guru/rasio murid: 1 berbanding 6 untuk anak usia 2 tahun (dengan jumlah maksimal satu kelas 12 anak), 1 berbanding 10 untuk anak usia 3 sampai 5 tahun (maksimal 20 anak).
Seperti apa keseharian dalam sekolah?
Mintalah jadwal pelajaran sekolah yang Anda minati. Meskipun semua anak membutuhkan pola belajar yang berbeda, program prasekolah yang baik akan mencantumkan waktu untuk eksplorasi, bermain, dan interaksi dengan teman sebaya setiap harinya. Anak-anak prasekolah harus banyak berinteraksi untuk mengembangkan kemampuan sosialnya.
Bagaimana penegakan disiplin?
Hati-hati dengan waktu bebas. Waktu senggang bisa menimbulkan masalah serius karena guru bisa lepas tanggung jawab. Anak-anak perlu belajar bagaimana menyelesaikan masalah mereka, bukan diisolasi. Guru yang baik tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah sebelum menjadi konflik. Ketika guru melihat anak yang kehilangan kontrol, guru harus segera mengalihkan pada kegiatan lain sebelum situasinya menjadi tidak terkendali.
Apa kata naluri Anda?
Orangtua pasti tahu apa yang terbaik bagi anaknya. Jika anak Anda cocok dengan program sekolah yang ditawarkan, ia akan berkembang dan menjadikan sekolah sebagai tempat bermainnya. Doa juga akan patuh pada aturan dan mengerjakan semua tugas. Jika anak Anda lebih bahagia bermain sendiri tanpa perlu bimbingan, dia mungkin akan lebih cocok di sekolah yang lebih formal. Tidak ada jawaban yang memuaskan. Sekolah memang memandu anak dengan ilmu pengetahuan. Tapi memerhatikan anak adalah seni: Apakah dia akan bahagia di sekolah? Jangan pernah meremehkan pentingnya naluri Anda sebagai orangtua.
MAKALAH MADRASAH DINIYAH SEBAGAI PENDIDIKAN FORMAL ( PP No. 55 Tahun 2007 )
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama,
sebelum tahun 1970 di Indonesia terdapat lembaga pendidikan Islam yang bernama
Madrasah Diniyah. Lembaga
pendidikan jenis ini mungkin lebih tepat disebut sebagai pendidikan non formal.
Biasanya jam pelajaran mengambil waktu sore hari, mulai waktu ashar sampai
waktu maghrib. Atau, memulai bakda isya’ hingga sekitar jam sembilan malam.
Madrasah Diniyah sendiri adalah lembaga
pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang
bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar
yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya.
Seiring perubahan zaman, madrasah
diniyah yang dulunya hanya sebagai pendidikan non formal yang di asuh oleh para
kyai dan masyarakat di desa, kini manjadi pendidikan yang formal. Dengan
perubahan tersebut berubah pula status kelembagaannya, yang dulunya dari jalur
luar sekolah yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi sekolah di bawah
pembinaan Departemen Agama.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan membahas tentang
pengertian madrasah diniyah, ciri – cirinya dan bagaimana madrasah diniyah
sebagai pendidikan formal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah
pengertian dari madrasah diniyah?
2. Apakah
ciri – ciri madrasah diniyah?
3. Bagaimanakah
madrasah diniyah sebagai pendidikan formal?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk
memahami pengertian dari madrasah diniyah
2. Untuk
memahami ciri – ciri dari madrasah diniyah
3. Untuk
memahami bagaimana madrasah diniyah sebagai pendidikan formal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Madrasah Diniyah
Secara
harfiah madrasah diartiakan
sebagai tempat belajar para pelajar atau tempat untuk memberikan pelajaran.
Kata madrasah juga ditemukan
dalam bahasa arab Hebrew atau aramy yang berati membaca dan belajar atau tempat
duduk untuk belajar. dari kedua bahasa tersebut, kata madrasah mempunyai arti yang sama yaitu tempat belajar. jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata madrasah memiliki arti sekolah karena pada mulanya kata sekolah
itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing,
yaitu school atau scola.
Sedangkan
madrasah diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata madrasah
dan al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa
yang berarti belajar. Jadi madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-din
dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur kata yang dijadikan satu
tersebut, madrasah diniyah berarti tempat belajar masalah keagamaan, dalam hal
ini agama islam.
Kemudian
mengenai pengertian madrasah diniyah itu sendiri, ada beberapa pendapat:
Yang
kedua, madrasah diniyah atau Pendidikan diniyah adalah
pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang
pendidikan.
Yang
Ketiga, madrasah diniyah adalah bagian terpadu dari
pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama.
Yang
Keempat, madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan
pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan
agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama
Islam di sekolahannya.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa madrasah diniyah adalah
lembaga pendidikan Islam yang memberi pendidikan dan pengajaran agama islam
untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama Islam.
B. Ciri – ciri Madrasah Diniyah
Dengan meninjau secara pertumbuhan dan
banyaknya aktifitas yang diselenggarakan madrasah diniyah, maka dapat dikatakan
ciri-ciri madrasah diniyah adalah sebagai berikut:
1. Madrasah
diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal ( sekolah umum ).
2. Madrasah
diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan
syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3. Madrasah
diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
4. Madrasah
diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus.
5. Madrasah
diniyah waktunya relatif singkat, dan warga didiknya tidak harus sama.
6. Madrasah
diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacam-macam.
C. Madrasah Diniyah Sebagai Pendidikan Formal
Sebagaimana terdapat dalam PP. No. 55
tahun 2007 pasal 15, bahwa madrasah diniyah atau Pendidikan diniyah formal
menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam
pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
Dalam pasal selanjutnya pasal 16 ayat (
1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa pendidikan diniyah dasar menyelenggarakan
pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat dan
pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3
(tiga) tingkat. Sedangkan untuk pendidikan diniyah tingkat menengah
menyelenggarakan pendidikan diniyah menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri
atas 3 (tiga) tingkat.
Mengenai syarat-syarat menjadi peserta
didik atau siswa dalam madrasah diniyah, telah di atur dalam PP. No. 55 tahun
2007 pasal ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) bahwa untuk dapat diterima sebagai
peserta didik pendidikan diniyah dasar, seseorang harus berusia
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun.akan tetapi dalam hal daya tampung satuan
pendidikan masih tersedia maka seseorang yang berusia 6 (enam) tahun dapat
diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar. Kemudian untuk dapat
diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah pertama, seseorang
harus berijazah pendidikan diniyah dasar atau yang sederajat. Dan untuk dapat
diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengah atas, seseorang
harus berijazah pendidikan diniyah menengah pertama atau yang sederajat.
Mengenai kurikulum madrasah diniyah
sendiri, dalam PP No. 55 tahun 2007
pasal 18 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskan bahwa madrasah diniyah dasar atau pendidikan diniyah dasar formal harus
wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan ( PKn ), bahasa Indonesia (
BI ), matematika, dan ilmu pengetahuan alam ( IPA ) dalam rangka pelaksanaan
program wajib belajar. Sedangkan Kurikulum pendidikan diniyah untuk tingkat
menengah formal harus wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan ( PKn
), bahasa Indonesia ( BI ), matematika, ilmu pengetahuan alam ( IPA ), serta
seni dan budaya ( SB ).
Sebagaimana lembaga pendidikan formal
pada umumnya, dalam madrasah diniyah atau pendidikan diniyah di akhir
pendidikan juga dilakukan sebuah ujian yang bersifat nasional atau ujian yang
dilakukan seluruh indonesia. Ujian nasional pendidikan diniyah dasar dan
menengah diselenggarakan untuk menentukan standar pencapaian kompetensi peserta
didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam. Mengenai ketentuan lebih
lanjut tentang ujian nasional pendidikan diniyah dan standar kompetensinya ditetapkan
dengan peraturan Menteri Agama dengan berpedoman kepada Standar Nasional
Pendidikan.
Pada PP. No. 55 tahun 2007 pasal 20 ( 1
), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) juga dijelaskan bahwa pendidikan diniyah pada
jenjang pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan
profesi berbentuk universitas, institut, atau sekolah tinggi.
Kemudian Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan untuk setiap program studi pada perguruan tinggi keagamaan
Islam selain menekankan pembelajaran ilmu agama, wajib memasukkan pendidikan
kewarganegaraan dan bahasa Indonesia.
Mata kuliah dalam kurikulum program studi memiliki beban belajar yang
dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Pendidikan diniyah jenjang
pendidikan tinggi diselenggarakan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengertian
madrasah diniyah adalah lembaga pendidikan Islam yang memberi pendidikan dan
pengajaran agama islam untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan
agama Islam.
2. Ciri-ciri
madrash diniyah adalah Madrasah diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan
formal ( sekolah umum ), merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan
tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja, tidak
dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat, dalam materinya bersifat
praktis dan khusus, waktunya relatif singkat, dan warga didiknya tidak harus
sama, mempunyai metode pengajaran yang bermacam-macam.
3. Madrasah
sebagai pendidikan formal adalah adanya kesetaraan antara madrasah diniyah
dengan lembaga-lembaga formal yang lainnya.
sumber : http://ricky-diah.blogspot.com/2011/12/makalah-madrasah-diniyah-sebagai.html
PENTINGNYA MADRASAH DINIYAH DALAM PENDALAMAN PENGETAHUAN TAUHID dan AKIDAH AGAMA ISLAM SERTA PEMBENTUKAN KARAKTER GENERASI BANGSA
Dulu sekitar tahun 90-an menginjak
sekolah dasar saya sudah diperkenalkan oleh orang tua saya mengenai pengetahuan
tauhid dan akidah agama Islam melalui madrasah diniyah dan mengaji al-Quran
setiap petangnya. Anak-anak di desa setiap pulang sekolah mereka akan berangkat
sekolah lagi pada pukul 14.30 sampai 16.30 di madrasah diniyah awaliyah. Di sekolah
ini sangat unik mengingat tidak ada seragam khusus, kita berangkat sekolah
dengan mengenakan sarung dan kemeja serta memakai peci dengan beralaskan sandal
jepit, ya kurang lebih seperti santri pondokan, begitu juga dengan yang wanita
memakai kerudung.
Sistem pendidikan di madrasah diniyah
ini cukup unik, karena kita memakai huruf Jawi (yaitu huruf arab beserta
turunannya dengan lafal bahasa Jawa), jadi di sekolah ini kita menulis dengan
huruf arab walaupun dalam bahasa Jawa. Di sekolah ini kita di ajarkan menulis
dan membaca huruf hijaiyah, pelajaran Tauhid, Tajwid, Akhlaq, Hadizh, sejarah Islam,
Nahwu, Shorof dan seputar pengetahuan tentang Islam. Pendidikan madrasah
diniyah ini seperti pendidikan formal nasional lainnya, yaitu menginjak TK ada
TPQ (Taman Pendidikan al-Quran), menginjak SD ada Madrasah Diniyah Awaliyah,
menginjak SMP ada Madrasah Wusto,
menginjak SMA ada Madrasah Ala. Yang perlu diketahui madrasah disini berbeda
dengan Madrasah Islam formal seperti MTs (SMP) dan MA (SMA), sekolah madrasah
yang saya maksud adalah sekolah madrasah sore yang dilaksanakan setelah sekolah
formal sebagai pengetahuan tambahan diluar sekolah formal mengenai ilmu agama
Islam. Pendidikan madrasah diniyah ini sangat penting dalam perkembangan
generasi Islam muda sebagai penerus bangsa yang mampu mencetak generasi muslim yang berakidah dan
berakhlakul kharimah.
Walaupun
setelah pulang dari sekolah formal nasional dan masih harus sekolah
madrasah sore kita tetap semangat menjalaninya, tidak sampai disitu saja
kegiatan anak-anak desa, menjelang setelah maghrib pun mereka masih
belajar lagi, yaitu belajar mengaji. Kegiatan mengaji ini mereka lakukan
sampai mereka benar-benar lancar membaca al-Quran dan sudah khatam
(tamat) membacanya, tidak cukup hanya satu kali khatam, biasanya
kegiatan mengaji ini dilakukan hingga mereka menginjak dewasa. Bagi
remaja pun mengaji bukan hanya sebatas mengaji al-Quran saja, tapi juga
mengaji kitab-kitab tauhid dan akidah Islam lainnya.
Kalau
kita bayangkan betapa berat anak-anak desa dalam belajar dan mereka
sangat pintar-pintar, kalau kita bandingkan dengan anak-anak perkotaan
kegiatan mereka hanya sekolah formal dan les saja, walaupun di kota ada
madrasah sebagai pendidikan Islam, tapi keberadaannya sangat jarang dan
kurang diminati oleh orang tua murid.
Madrasah Diniyah adalah lembaga
pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang
bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar
yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya (Aliyahcijulang's Blog, 2010).
Madrasah Diniyah Takmiliyah ialah suatu
sutu pendidikan keagamaan Islam nonformal yang menyelenggarakan pendidikan
Islam sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan umum. Untuk tingkat dasar (diniyah
takmiliya awaliyah) dengan masa belajar 6 tahun.
Untuk menengah atas (diniah takmiliyah wustha) masa belajar tiga tahun, untuk
menengah atas (diniyah ulya) masa belajar selama tiga tahun dengan jumlah jam
belajar minimal 18 jam pelajaran dalam seminggu (Kemenag, 2010: 7)
Menurut Amin Haidar yang
dijelaskan kembali oleh Umar perubahan nomenklatur dari madrasah diniyah
menjadi diniyah takmiliyah berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan madrasah
diniyah merupakan pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagi siswa sekolah
dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA)
yang hanya mendapat pendidikan agama Islam dua jam pelajaran dalam satu minggu,
oleh karena itu sesuai dengan artinya maka kegiatan tersebut yang tepat adalah
diniyah takmiliah.
Madrasah Diniyah (MD) atau pada saat ini disebut Madrasah Diniyah Takmiliah (MDT) adalah lembaga pendidikan Islam yang dikenal sejak lama bersamaan dengan masa penyiaran Islam di Nusantara. Pengajaran dan pendidikan Islam timbul secara alamiah melalui proses akulturasi yang berjalan secara halus, perlahan sesuai kebutuhan masyarakat sekitar.
Madrasah Diniyah (MD) atau pada saat ini disebut Madrasah Diniyah Takmiliah (MDT) adalah lembaga pendidikan Islam yang dikenal sejak lama bersamaan dengan masa penyiaran Islam di Nusantara. Pengajaran dan pendidikan Islam timbul secara alamiah melalui proses akulturasi yang berjalan secara halus, perlahan sesuai kebutuhan masyarakat sekitar.
Sejarah
Madrasah Diniyah
Sejarah
Islam di Indonesia memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan
berkembang seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun
waktu yang panjang, pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian
al-Qur’an dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan
(terutama di Jawa) dengan nama Sorogan, Bandongan dan Halaqah.
Tempat belajar yang digunakan umumnya adalah ruang-ruang masjid atau
tempat-tempat shalat “umum” yang dalam istilah setempat disebut: Surau,
Dayah, Meunasah, Langgar, Rangkang, atau mungkin nama lainnya (Aliyahcijulang's Blog, 2010).
Perubahan
kelembagaan paling penting terjadi setelah berkembangnya sistem klasikal, yang
awalnya diperkenalkan oleh Pemerintah Kolonial melalui sekolah-sekolah umum
yang didirikannya di berbagai wilayah Nusantara. Di Sumatera Barat pendidikan
keagamaan klasikal itu dilaporkan dipelopori oleh Zainuddin Labai el-Junusi
(1890-1924), yang pada tahun 1915 mendirikan sekolah agama sore yang diberi
nama “Madrasah Diniyah” (Diniyah School, al-Madrasah al-Diniyah) (Noer
1991:49; Steenbrink 1986:44). Sistem klasikal seperti rintisan Zainuddin
berkembang pula di wilayah Nusantara lainnya, terutama yang mayoritas
penduduknya Muslim. Di kemudian hari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan itulah
yang menjadi cikal bakal dari madrasah-madrasah formal yang berada pada jalur
sekolah sekarang. Meskipun sulit untuk memastikan kapan madrasah didirikan dan
madrasah mana yang pertama kali berdiri, namun Kementerian Agama mengakui bahwa
setelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola Madrasah Diniyahlah
yang berkembang menjadi madrasah-madrasah formal (Asrohah 1999:193). Dengan
perubahan tersebut berubah pula status kelembagaannya, dari jalur “luar
sekolah” yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi “sekolah” di bawah
pembinaan Kementerian Agama
Meskipun
demikian tercatat masih banyak pula Madrasah Diniyah yang mempertahankan ciri
khasnya yang semula, meskipun dengan status sebagai pendidikan keagamaan luar
sekolah. Pada masa yang lebih kemudian, mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor
13 Tahun 1964, tumbuh pula Madrasah-madrasah Diniyah tipe baru, sebagai
pendidikan tambahan berjenjang bagi murid-murid sekolah umum. Madrasah Diniyah
itu diatur mengikuti tingkat-tingkat pendi-dikan sekolah umum, yaitu Madrasah
Diniyah Awwaliyah untuk murid Sekolah Dasar, Wustha untuk murid Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama, dan ‘Ulya untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
Madrasah diniyah dalam hal itu dipandang sebagai lembaga pendidikan
keagamaan klasikal jalur luar sekolah bagi murid-murid sekolah umum. Data
EMIS (yang harus diperlakukan sebagai data sementara karena ketepatannya dapat
dipersoalkan) mencatat jumlah madrasah diniyah di Indonesia pada tahun ajaran
2005/2006 seluruhnya 15.579 buah dengan jumlah murid 1.750.010 orang.
Berdasarkan
Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. Madrasah Diniyah adalah
bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat
tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang
dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan
terhadap pengetahuan agama Islam.
UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti
dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan
memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di
Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan
bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara ini.
Keberadaan
peraturan perundangan tersebut seolah menjadi ”tongkat penopang” bagi Madrasah
Diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama ini,
penyelenggaraan pendidikan Diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola
pengelolaannya. Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak
untuk dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.
Secara
umum, setidaknya sudah ada beberapa karakteristik pendidikan Diniyah di bumi Nusantara
ini. Pertama, Pendidikan Diniyah Takmiliyah (suplemen) yang
berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh pondok
pesantren. Pendidikan Diniyah jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan
swadaya masyarakat, yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan
pengetahuan agama di luar jalur sekolah formal. Kedua, pendidikan Diniyah
yang berada dalam lingkaran pondok pesantren tertentu, dan bahkan menjadi urat
nadi kegiatan pondok pesantren. Ketiga, pendidikan keagamaan yang
diselenggarakan sebagai pelengkap (komplemen) pada pendidikan formal
di pagi hari. Keempat, pendidikan Diniyah yang diselenggarakan di luar
pondok pesantren tapi diselenggarakan secara formal di pagi hari, sebagaimana
layaknya sekolah formal (Aliyahcijulang's Blog, 2010).
Ciri-ciri
Madrasah Diniyah
Dengan
meninjau secara pertumbuhan dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan
sub-sistem Madrasah Diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler
Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut (Aliyahcijulang's Blog, 2010):
1. Madrasah Diniyah merupakan pelengkap
dari pendidikan formal.
2. Madrasah Diniyah merupakan
spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang
ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
3. Madrasah Diniyah tidak dibagi atas
jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
4. Madrasah Diniyah dalam materinya
bersifat praktis dan khusus.
5. Madrasah Diniyah waktunya relatif
singkat, dan warga didiknya tidak harus sama.
6. Madrasah Diniyah mempunyai metode
pengajaran yang bermacam-macam.
Kurikulum
yang digunakan Madrasah Diniyah
Berdasarkan
Undang-undang Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pada pasal 1
ayat 1 disebutkan “Penyelenggaraan pendidikan diluar sekolah boleh dilembagakan
dan boleh tidak dilembagakan”. Dengan jenis “pendidikan Umum” (pasal 3.
ayat.1). sedangkan kurikulum dapat tertulis dan tertulis (pasal. 12 ayat 2).
Bahwa Madrasah DIniyah adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional
yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat
masyarakat tentang pendidikan agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok
pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh
Menteri Agama (PP 73, Pasal 22 ayat 3). Oleh karena itu, maka Menteri
Agama d/h Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai
tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun demikian,
masyarakat tetap memiliki keleluasaan unutk mengembangkan isi pendidikan, pendekatan
dan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan leingkungan madrasah.
Madrasah
diniyah mempunyai tiga tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan
Diniyah Ulya. Madrasah Diniyah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan
Wustha 2 tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan
adalah siswa yang belakar pada sekolah Dasar dan SMP/SMU.
Sebagai
bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
1. Melayani warga belajar dapat tumbuh
dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan
martabat dan mutu kehidupanya.
2. Membina warga belajar agar memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperluakan untuk mengembangkan
diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang
lebih tinggi, dan
3. Memenuhi kebutuhan belajar
masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah (TP 73
Pasal.2 ayat 2 s.d 3).
Untuk
menumbuh kembangkan ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan
Islam, amka tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekal
kemampuan dasar dan keterampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat dan warga Negara”.
Dalam
program pengajaran ada bebarapa bidang studi yang diajarkan seperti Qur’an
Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, dan
Praktek Ibadah. Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri diarahkan kepada pemahaman
dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung dalam qur’an dan hadits.
Mata pelajaran aqidah akhlak berfumgsi untuk memberikan pengetahuan dan
bimbingan kepada santri agar meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai
Rasul dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman
berhubungan dengan Tuhannya, sesame manusia dengan alam sekitar, Mata pelajaran
Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina santri
untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat Islam. Sejarah Kebudayaan
Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat memperkaya pengalaman
santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW dan sahabat dan tokoh Islam.
Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang pemahaman santri terhadap ajaran
agama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa
degan pendekatan komunikatif. Dan praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah
dan syariat agama Islam (Aliyahcijulang's Blog, 2010).
Kurikulum
Madrasah Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena
itu, pengembangannya dapat dilakukan oleh Kementerian Agama Pusat Kantor Wilayat/Depag
Propinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh
pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan
tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang
pendidikan secara umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan
kebijakan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Madrasah Diniyah sumber : http://ahmad-niam.blogspot.com/2014/01/pentingnya-madrasah-diniyah-dalam.html
PENGERTIAN MADRASAH DINIYAH (MADIN)
Sejarah Islam di Indonesia
memperlihatkan bahwa pendidikan keagamaan di sini tumbuh dan berkembang seiring
dengan dinamika kehidupan masyarakat Muslim. Selama kurun waktu yang panjang,
pendidikan keagamaan Islam berjalan secara tradisi, berupa pengajian al-Qur’an
dan pengajian kitab, dengan metode yang dikenalkan (terutama di Jawa) dengan
nama sorogan, bandongan dan halaqah. Tempat belajar yang digunakan umumnya
adalah ruang-ruang masjid atau tempat-tempat shalat “umum” yang dalam istilah
setempat disebut: surau, dayah, meunasah, langgar, rangkang, atau mungkin nama
lainnya.
Perubahan kelembagaan paling penting
terjadi setelah berkembangnya sistem klasikal, yang awalnya diperkenalkan oleh
pemerintah kolonial melalui sekolah-sekolah umum yang didirikannya di berbagai
wilayah Nusantara. Di Sumatera Barat pendidikan keagamaan klasikal itu
dilaporkan dipelopori oleh Zainuddin Labai el-Junusi (1890-1924), yang pada
tahun 1915 mendirikan sekolah agama sore yang diberi nama “Madrasah Diniyah”
(Diniyah School, al-Madrasah al-Diniyah) (Noer 1991:49; Steenbrink 1986:44).
Sistem klasikal seperti rintisan Zainuddin berkembang pula di wilayah Nusantara
lainnya, terutama yang mayoritas penduduknya Muslim. Di kemudian hari
lembaga-lembaga pendidikan keagamaan itulah yang menjadi cikal bakal dari
madrasah-madrasah formal yang berada pada jalur sekolah sekarang. Meskipun
sulit untuk memastikan kapan madrasah didirikan dan madrasah mana yang pertama
kali berdiri, namun Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) mengakui bahwa
setelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpola madrasah
diniyahlah yang berkembang menjadi mad-rasah-madrasah formal (Asrohah 1999:193).
Dengan perubahan tersebut berubah pula status kelembagaannya, dari jalur “luar
sekolah” yang dikelola penuh oleh masyarakat menjadi “sekolah” di bawah
pembinaan Departemen Agama.
Meskipun demikian tercatat masih
banyak pula madrasah diniyah yang mempertahankan ciri khasnya yang semula,
meskipun dengan status sebagai pendidikan keagamaan luar sekolah. Pada masa
yang lebih kemudian, mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964,
tumbuh pula madrasah-madrasah diniyah tipe baru, sebagai pendidikan tambahan
berjenjang bagi murid-murid sekolah umum. Madrasah diniyah itu diatur mengikuti
tingkat-tingkat pendi-dikan sekolah umum, yaitu Madrasah Diniyah Awwaliyah
untuk murid Sekolah Dasar, Wustha untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,
dan ‘Ulya untuk murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Madrasah diniyah dalam hal
itu dipandang sebagai lembaga pendidikan keagamaan klasikal jalur luar sekolah
bagi murid-murid sekolah umum. Data EMIS (yang harus diperlakukan sebagai data
sementara karena ketepatan-nya dapat dipersoalkan) mencatat jumlah madrasah
diniyah di Indonesia pada tahun ajaran 2005/2006 seluruhnya 15.579 buah dengan
jumlah murid 1.750.010 orang.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan
dan Peraturan Pemerintah. Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari
pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama.
Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan
untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama
Islam.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun
2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi
dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara
telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi
nusantara ini.
Keberadaan peraturan perundangan
tersebut seolah menjadi ”tongkat penopang” bagi madrasah diniyah yang sedang
mengalami krisis identitas. Karena selama ini, penyelenggaraan pendidikan
diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola pengelolaannya. Tapi
karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak untuk dimunculkan
dan dipertahankan eksistensinya.
Secara umum, setidaknya sudah ada
beberapa karakteristik pendidikan diniyah di bumi nusantara ini. Pertama,
Pendidikan Diniyah Takmiliyah (suplemen) yang berada di tengah masyarakat dan
tidak berada dalam lingkaran pengaruh pondok pesantren. Pendidikan diniyah
jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan swadaya masyarakat, yang
diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan pengetahuan agama di luar jalur
sekolah formal. Kedua, pendidikan diniyah yang berada dalam lingkaran pondok
pesantren tertentu, dan bahkan menjadi urat nadi kegiatan pondok pesantren.
Ketiga, pendidikan keagamaan yang diselenggarakan sebagai pelengkap (komplemen)
pada pendidikan formal di pagi hari. Keempat, pendidikan diniyah yang
diselenggarakan di luar pondok pesantren tapi diselenggarakan secara formal di
pagi hari, sebagaimana layaknya sekolah formal.
Ciri-ciri Madrasah Diniyah
Dengan meninjau secara pertumbuhan
dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan sub-sistem Madrasah Diniyah, maka
dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler Madrasah Diniyah adalah sebagai
berikut:
- Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal.
- Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat diselenggarakan dimana saja.
- Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secara ketat.
- Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus.
- Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat, dan warga didiknya tidak harus sama.
- Madrasah Diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacammacam.
Kurikulum yang digunakan Madrasah
Diniyah
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan
dna Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pada pasal 1 ayat 1 disebutkan
“Penyelenggaraan pendidikan diluar sekolah boleh dilembagakan dan boleh tidak
dilembagakan”. Dengan jenis “pendidikan Umum” (psl 3. ayat.1). sedangkan
kurikulum dapat tertulis dan tertulis (pasl. 12 ayat 2). Bahwa Madrasah DIniyah
adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada
jalur pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan
agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luar
sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik
menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama (PP 73, Pasal
22 ayat 3). Oleh karena itu, maka Menteri Agama d/h Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam
rangka membantu masyarakat mencapai tujuan pendidikan yang terarah, sistematis
dan terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap memiliki keleluasaan unutk
mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan dan leingkungan madrasah.
Madrasah diniyah mempunyai tiga
tingkatan yakni : Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah Ulya. Madrasah
DIniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2 tahun (2
tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan adalah siswa yang
belakar pada sekolah Dasar dan SMP/SMU.
Sebagai bagian dari pendidikan luar
sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
- Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
- Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperluakan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau jenjang yang lebih tinggi, dan
- Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah (TP 73 Pasal.2 ayat 2 s.d 3).
Untuk menumbuh kembangkan ciri
madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, amka tujuan madrasah
diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekla kemampuan dasar dan keterampilan
dibidang agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi muslim,
anggota masyarakat dan warga Negara”. Dalam program pengajaran ada bebarapa
bidang studi yang diajarkan seperti Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqih,
Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, dan Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran Qur’an-Hadits santri
diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung
dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak berfumgsi untuk
memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar meneladani kepribadian
nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah, meyakini dan menjadikan Rukun
Iman sebagai pedoman berhubungan dengan Tuhannya, sesame manusia dengan alam
sekitar, Mata pelajaran Fiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing,
mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati syariat
Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yang diharapkan dapat
memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan dari Nabi Muhammad SAW dan
sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting untuk penunjang pemahaman
santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan
hubungan antar bangsa degan pendekatan komunikatif. Dan praktek ibadah
bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah Diniyah pada
dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu, pengembangannya
dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor Wilayat/Depag Propinsi dan
Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya atau oleh pengelola kegiatan
pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan tersebut ialah tidak
menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara
umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yang
berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.
sumber : http://kuliyyatul.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)